Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang saat ini menjadi perbincangan dari kalangan akademis, aktivis, demokrasi, dan masyarakat sipil. Dengan adanya RUU TNI ini ada beberapa yang pro dan kontra keputusan ini. Mengapa orang mendukung adanya RUU TNI? mereka berpendapat bahwa penempatan anggota TNI aktif di kementerian dan lembaga sipil dalam RUU TNI 2025 dianggap penting oleh para pendukungnya karena dapat menghindari terjadinya kekosongan kepemimpinan di lembaga-lembaga strategis. Posisi-posisi tersebut dinilai memerlukan keahlian militer serta pengalaman disiplin yang dimiliki oleh personel militer. Beberapa kementerian dan lembaga strategis dianggap membutuhkan figur dengan latar belakang militer agar dapat menjalankan tugas secara lebih efektif dan tertib.
Undang-Undang ini bertujuan untuk memelihara keamanan dan kestabilan negara. UU ini memberikan dasar hukum yang jelas dan kuat bagi TNI untuk menghadapi potensi ancaman dari dalam negeri. Selain itu, diharapkan TNI dapat meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan fungsi pertahanan negara tanpa adanya konflik atau tumpang tindih dengan institusi lainnya.
Mengapa mereka menolak? Revisi UU TNI yang memungkinkan keterlibatan militer dalam jabatan sipil bertentangan dengan semangat reformasi dan berpotensi menghidupkan kembali praktik Dwi Fungsi ABRI yang telah merugikan demokrasi di masa lalu. Melibatkan TNI dalam menangani narkoba sebagaimana di atur dalam RUU TNI akan menempatkan TNI rentan menjadi pelaku pelanggaran HAM, seperti terjadi dalam kasus penangkapan Duterte di Filipina oleh ICC. Lebih berbahaya lagi, RUU TNI juga hendak merevisi klausul pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) tanpa perlu persetujuan DPR. TNI ingin operasi militer selain perang cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah. Padahal, operasi semacam itu termasuk kebijakan politik negara, yakni Presiden dengan pertimbangan DPR sebagaimana diatur oleh pasal 7 ayat 3 UU TNI 34/2004). RUU TNI mau meniadakan peran Parlemen sebagai wakil rakyat. Ini akan menimbulkan konflik kewenangan atau tumpang tindih dengan lembaga lain dalam mengatasi masalah di dalam
negeri.